Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Asal muasal meniup terompet tahun baru

PERAYAAN malam tahun baru boleh jadi merupakan hari pesta sedunia, jutaan orang di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia, tumpah ke jalan-jalan atau di tempat-tempat hiburan merayakan pergantian tahun. Di tempat-tempat itu mereka meluapkan kegembiraan seakan-akan baru saja memenangi sebuah pertandingan yang mahaberat. Bagi orang modern, termasuk masyarakat di Indonesia, perayaan tahun baru mungkin hanyalah sebagai suatu momen untuk berpesta dan berhura-hura. Setelah sibuk sepanjang tahun, orang-orang merasa bahwa berpesta pora pada malam pergantian baru merupakan sesuatu yang wajar untuk melepas kepenatan. Namun, jika menilik sejarah, perayaan tahun baru tidaklah sekadar pesta biasa, tetapi sarat dengan berbagai tradisi keagamaan seperti kaum pagan, Kristen, dan juga Yahudi. Sebelum berlakunya kalender Gregorian, bangsa Eropa di abad pertengahan umumnya menjadikan tanggal 25 Maret sebagai awal tahun baru. Mereka . menyebut hari ini The Feast of Armounciarion, “Hari Ray

Islam dan Kebebasan

Kebebesan adalah sesuatu yang senantiasa diperjuangkan oleh manusia, namun tidak banyak yang memahami realitasnya. Bagi kebanyakan orang, kebebasan bagaikan mimpi yang sulit ditakwilkan maknanya. Budaya Barat dan demokrasi dibangun di atas janji-janji  kebebasan, tetapi mereka gagal dalam merealisasikan visinya. Islam adalah satu-satunya ideologi yang menjelaskan konsep kebebasan kepada manusia dalam wujud yang hakiki, dan menentukan cara yang benar untuk meraih kebebasan tersebut. Perbandingan antara konsep kebebasan dalam budaya demokratik Barat dan konsep kebebasan dalam ideologi Islam akan memberikan penjelasan yang gamblang tentang masalah ini. Sebagai pemikiran, kebebasan dapat dipahami dalam dua pengertian: pertama, kebebasan adalah kemerdekaan dari  ikatan perbudakan akibat adanya kekuasaan sekelompok orang atas orang lain; dan kedua, kebebasan adalah menjalani kehidupan tanpa batasan-batasan dari siapa pun. Pada abad pertengahan, demokrasi Barat muncul sebagai akibat da

Saat Harun Ar-Rasyid Menangis Tersedu-sedu

HARUN   Ar-Rasyid pernah berkata kepada Al-Fadhl ibn Ar-Rabi’, “Carikan seseorang sebagai tempat aku bertanya!” Al-Fadhl menjawab, “Di sana ada Al-Fudhail ibn `Iyadh.” Harun Ar-Rasyid berkata, “Ayo kita temui dia!” Harun Ar-Rasyid dan Al-Fadhl ibn Ar-Rabi’ datang ke rumah Al-Fudhail dan ia sedang melakukan shalat sambil membaca ayat Al-Quran yang diulang-ulang. Keduanya mengetuk pintu rumahnya, Al-Fudhail lantas bertanya, “Siapa yang mengetuk pintu?” Al-Fadhl berkata, “Penuhilah panggilan Amirul Mukminin.” Al-Fudhail membalas, “Mengapa aku harus memenuhi panggilannya?” Al-Fadhl berkata, “Subhanallah. Bukankah engkau harus menaatinya?” Al-Fudhail membukakan pintu, kemudian masuk ke kamar dan mematikan lampu rumahnya. Ia lantas pergi menuju salah satu ruang di rumahnya, dan Al-Fadhl beserta Khalifah Harun berjalan dalam kegelapan sambil meraba-raba. Ketika telapak tangan Harun Ar-Rasyid menyentuh telapak tangan Al-Fudhail ibn ‘Iyadh, Al-Fudhail berkata, “Alangkah lembut